Nama : R.Nurina.Ramadhani
Kelas : 5ka51
NPM : 1B114198
ikan
betok-jenis ikan sungai
Sebuah
kalimat pepatah atau sebuah kalimat filosofi ya? Yang jelas menurut saya sangat
berharga bagi saya khususnya dan kita semua tentunnya. Ikan, hewan ciptaan
Alloh SWT yang memang banyak manfaatnya (tentunya yang di maksud disini
jenis ikan yang biasa di konsumsi, dimakan lah sama kita-kita orang ). Saya
dengar kata-kata ini dari ayah dan ibu, juga dari guru ngaji dan guru madrasaha
saya. Mereka mengartikan nya, jadilah pribadi baik yang kokoh dan yang tidak
gampang terpengaruh lingkungan yang buruk.
Coba
kita perhatikan. Ikan. Entah dia hidup di laut, di danau, di air payau, di air
bersih bahkan di air kotor sekalipun, tidak akan merubah rasa daging ikan itu
sendiri. Tetap rasanya rasa ikan, Tawar. Belum pernah dengar ( kalau saya sich
belum pernah denger, kalau anda? ) ada cerita ikan laut rasanya asin (tentunya
ikan laut yang belum di masak. Maksudnya, ngambil atau beli dari laut…bukan
bukan, bukan beli dari laut, beli di tukang ikan hasil tangkapan nelayan
di laut naaah ), ikan danau rasanya tawar, ikan empang rasanya sepet, ikan
sungai rasanya agak manis, ikan aquarium rasanya sayang kalo kita goreng terus
dimakan, ikan ini rasanya ini, ikan itu rasanya itu, dsb dan lain-lain.
jenis
ikan laut-kuwea
Ikan tetap rasanya tawar meskipun lingkungan hidup mereka
ada yang di air asin, air tawar maupun air payau. Filosofi ini bisa kita pegang
sebagai pegangan hidup ( kalo saya pakai ? sebagai pakaiankan? ). Lebih
jelasnya kita gunakan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan kita sebagai
makhluk sosial yang pastinya akan menghadapi dan hidup di lingkungan sekitar
yang pasti berbeda dengan lingkungan kita di lahirkan.
Lake
Trout fish-Salvelinus namaycush.
Mungkin selama ini lingkungan hidup dimana kita di
lahirkan, ( di bale bambu buah tangan bapakku. Cipt. Iwan Fals) dan di besarkan
adalah lingkungan yang bermoral ( Pancasilakanterusannya? ) dan agamis. Dan
karena keadaan yang tidak bisa kita dapatkan di lingkungan kita, kita harus
hijrah ke lingkungan lain yang sedikit agak berbeda dengan lingkungan kita. Di
sinilah filosofi ikan ini harus di peragakan.
Kasarnya, jika memang kita seorang baik-baik di tempat
asal kita, tentunya kita juga harus jadi seorang yang baik pula di tempat lain
di tempat kita berpijak. Jangan sampai kita orang yang taat beribadah di
kampung kita, kemudian kita hijrah ketempat lain karena sesuatu misal kuliah,
atau kerja, terus kita jadi orang yang lalai dan cenderung menjauh dari ibadah
yang agama kita ajarkan, akibat hasil dari kita mengikuti dan menerima begitu
saja hal-hal yang sebenarnya kita tahu itu tidak benar dan efeknya negatif buat
kita.
Tentunya banyak perbedaan yang baik dan yang buruk di
lingkungan baru kita. Dan jangan asal telan apa yang kita dapat di tempat baru
itu. Harus di pertimbangkan baik buruknya. Jika memang itu baik sesuai dengan
ajaran agama dan tidak melanggar norma-norma masyarakat tentunya itu hal yang
harus kita terima dengan baik. Jika memang itu tidak sesuai dengan ajaran agama
dan norma masyarakat, atupun itu samar-samar harus kita tolak tentunya.
Biasanya, karena kita berada jauh dari peradaban lingkungan tempat asal kita,
jauh dari keluarga kita, jauh dari orang tua kita, maka kita merasa bebas
menentukan tindakan apa saja yang kita mau dan apa yang kita temui di
lingkungan baru kita. Disinilah pentingnya kontrol dan komunikasi dengan orang
tua. Dan orang tua harus tidak percaya begitu saja, meskipun anak memang kadang
sudah merasa dewasa dan bisa menentukan jalan hidupnya sendiri. Ingat!!!
Ting…..orang tua lah ( maksudnya ibu dan ayah yaa..) yang menyebabkan kita ada
di dunia ini.
Memang, lingkungan sekitar sangat besar sekali dalam
mempengaruhi pribadi seseorang. Tapi saya berpendapat (namanya juga pendapat,
siapa tahu ini kuat dan kebeneran memang bener, bolehkan? Makasih… ),
lingkungan yang buruk katakan begitu, bisa di minimalisir bahkan bisa di
hindari jika pribadi dan hati kita sudah tertanam dengan kokoh dan berakar
hal-hal kebaikan dan bisa memilah mana hal baik dan buruk, bisa menilai efek
positif dan negatif. Di sini juga hal yang harus di perhatikan orang tua ( ibu
dan ayah yach..ingat…), orang tua lah yang berpotensi besar membentuk
karakteristik seorang anak. Dengan memperhatikan pendidikan formal apalagi
agama.
Walaupun ada saja yang pondasi agamanya kokoh terpengaruh
juga. Mungkin ada hal di sisi lain yang lemah, yaitu di pribadinya sendiri yang
memang susah menerima kebaikan, ataukah peran orang tua yang minim. Pendidikan
Agama di sekolah atu di luar sekolah (yang udah kuliah berarti di kampus
atau di luar kampus ya…)juga tak lepas dari faktor keluarga dan orang tua. Jika
memang pribadinya di didik secara agamis yang benar-benar utuh pendidikan
agamanya, tidak setengah-setengah, kokoh dan di bimbing orang tua yang
benar-benar peduli aka-anak mereka, saya yakin ikan ( orang maksudnya) ini
tidak akan terkontaminasi.
Dan
jika pribadi orang sudah tertanam rasa keimanan dan rasa takut terhadap sang
khaliq Alloh SWT, saya yakin seburuk apapun lingkungan tempat ia berada ia akan
bisa menghindarinya. Dan hal yang fatal adalah, seringnya beranggapan hidup
hanya sekali dan kita akan tobat nanti jika sudah tua, masa muda masa jaya dan
hura-hura, karena tobat bisa menghapus segala kesalahan dan dosa. Iya kalo kita
masih sempat tobat di waktu tua nanti, kalo tidak sempat? Juga kalo kita
ngalamin tua? Kalo kita mati muda, trus belom tobat? Berarti kita gak ada
kesempatan tobat di masa tua kan? ( ya iyalah udah mati waktu umur masih muda
ya gak bakalan ngalamin tua terus tobat trus mati kale? Tapi awet muda tuh iya
kan?)
jenis
ikan kolam atau empang-ikan gurami
Kembali
ke filosofi ikan. Di manapun kita berpijak seharusnya kita memegang teguh (
bukan bang teguh ya…) ajaran-ajaran agama, nasihat orang tua dan saya yakin
kita bisa terproteksi dari hal-hal yang tidak baik. Filosofi ini hanya berlaku
untuk orang yang memang punya pondasi yang baik tentunya. Maksudnya, (maaf
sebelumnya agak kasar neh…) kalo emang di kampungnya dia udah rusak, dia gak
kemana-mana atau dia hijrah ketempat lain dan menemukan hal yang baik tentunya
dia harus menerima hal baik itu dan memperbaiki dirinya yang rusak biar bener
gitu. Kalo filosofi ini dipake orang rusak tadi, cilaka 12+1 bahaya brew…
“Ah…kata
emak gue hidup kudu kayak ikan…mau gimana baiknya lingkungan baru gue, gue
mesti jadi gue sendiri. Be your self lah…berarti yang jelek mesti gue jalanin
terus…”
Bukan..bukan……Bukan
ini yang di maksud dari filosofi ini. Justru yang begini harus
berubah..lingkungan baru tempat kita berpijak labih baik kita harus lebih baik.
Tapi kalau pribadi kita baik, lingkungan kita jelek, kita pake filosofi si ikan
ini untuk terus jadi orang baik dilingkungan yang kurang baik. Dan di wajibkan,
di haruskan ( kudu ) hijrah ke tempat lain yang lebih baik lagi. Semua hal
jelek bisa kita hindari juga pengaruh lingkungan buruk bisa kita hindari
tentunya oleh diri kita sendiri.
Intinya
adalah pengendalian diri kalo kata Alm. KH. Zainuddin MZ. Dan mulailah dari diri
sendiri begitu kata Aa Gym (tentunya hal yang baik-baik dong ). Bagi muslim
sejati, berislam dan beriman secara benar, utuh dan menyeluruh akan memproteksi
kita dari hal-hal yang buruk yang mungkin bisa menjerumuskan kehidupan kita di
dunia (kalo di dunia saja sudah terjerumus.. apalagi di akhirat ?).
Filosofi ikan menurut versi saya ini
di maksudkan hanya sebagai acuan dan pedoman untuk kita bisa memproteksi diri
dari hal-hal yang tidak baik. Semuanya kembali kepada ketentuan dan kehendak
hidayah Alloh SWT kepada kita yang berdoa agar kita tidak terbawa arus buruk
lingkungan tempat kita tinggal. Dan sebagai langkah akhir kita dalam
menghindari pengaruh buruk lingkungan adalah, berdoa untuk di jauhkan dari
pengaruh buruk lingkungan itu sendiri.
Semoga kita termasuk ikan yang bisa
mempertahankan keaslian rasa kita tanpa terkontaminasi dan merubah rasa daging
kita hingga kita mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar